Posted on 25 Agu 2022
Hipertensi merupakan salah satu penyakit kardiovaskular yang paling umum dan paling banyak disandang masyarakat. Berdasarkan DAILYs tersebut, tiga faktor risiko tertinggi pada laki-laki yaitu merokok, peningkatan tekanan darah sistolik, dan peningkatan kadar gula. Sedangkan faktor risiko pada wanita yaitu peningkatan tekanan darah sistolik, peningkatan kadar gula darah dan IMT tinggi.
Menurut data Sample Registration System (SRS) Indonesia tahun 2014, Hipertensi dengan komplikasi (5,3%) merupakan penyebab kematian nomor 5 (lima) pada semua umur. Sedangkan berdasarkan data International Health Metrics Monitoring and Evaluation (IHME) tahun 2017 di Indonesia, penyebab kematian pada peringkat pertama disebabkan oleh Stroke, diikuti dengan Penyakit Jantung Iskemik, Diabetes, Tuberkulosa, Sirosis , diare, PPOK, Alzheimer, Infeksi saluran napas bawah dan Gangguan neonatal serta kecelakaan lalu lintas.
Data Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) kesehatan menyebutkan bahwa biaya pelayanan hipertensi mengalami peningkatan setiap tahunnya yaitu pada tahun 2016 sebesar 2,8 Triliun rupiah, tahun 2017 dan tahun 2018 sebesar 3 Triliun rupiah. Dari prevalensi hipertensi sebesar 34,1% diketahui bahwa sebesar 8,8% terdiagnosis hipertensi dan 13,3% orang yang terdiagnosis hipertensi tidak minum obat serta 32,3% tidak rutin minum obat.
Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar penderita Hipertensi tidak mengetahui bahwa dirinya Hipertensi sehingga tidak mendapatkan pengobatan. Alasan penderita hipertensi tidak minum obat antara lain karena penderita hipertensi merasa sehat (59,8%), kunjungan tidak teratur ke fasyankes (31,3%), minum obat tradisional (14,5%), menggunakan terapi lain (12,5%), lupa minum obat (11,5%), tidak mampu beli obat (8,1%), terdapat efek samping obat (4,5%), dan obat hipertensi tidak tersedia di Fasyankes (2%).
Hipertensi disebut sebagai the silent killer karena sering tanpa keluhan, sehingga penderita tidak mengetahui dirinya menyandang hipertensi dan baru diketahui setelah terjadi komplikasi. Kerusakan organ target akibat komplikasi Hipertensi akan tergantung kepada besarnya peningkatan tekanan darah dan lamanya kondisi tekanan darah yang tidak terdiagnosis dan tidak diobati.
Data Kunjungan pada FKTP Puskesmas Pati II, mencatat penderita hipertensi menempati urutan ke 2 pada tahun 2021 dengan jumlah kunjungan 1.226 orang yang terdiagnosa hipertensi. Sedangkan pada tahun 2022 hingga Agustus ini mencatat 460 orang terdiagnosa hipertensi serta dilakukan perawatan dan pengobatan.
Hipertensi dapat dicegah dengan mengendalikan perilaku berisiko seperti merokok, diet yang tidak sehat seperti kurang konsumsi sayur dan buah serta konsumsi gula, garam dan lemak berlebih, obesitas, kurang aktifitas fisik, konsumsi alkohol berlebihan dan stres. Data Riskesdas 2018 pada penduduk usia 15 tahun keatas didapatkan data faktor risiko seperti proporsi masyarakat yang kurang makan sayur dan buah sebesar 95,5%, proporsi kurang aktifitas fisik 35,5%, proporsi merokok 29,3%, proporsi obesitas sentral 31% dan proporsi obesitas umum 21,8%.
Upaya yang telah dilakukan dalam pencegahan dan pengendalian Hipertensi diantaranya adalah meningkatkan promosi kesehatan melalui KIE dalam pengendalian Hipertensi dengan perilaku “CERDIK” dan “PATUH”; meningkatkan pencegahan dan pengendalian Hipertensi berbasis masyarakat dengan “Self Awareness” melalui pengukuran tekanan darah secara rutin; penguatan pelayanan kesehatan khususnya hipertensi.
Puskesmas Pati II melalui program P2PTM terus berupaya membantu masyarakat menemukan penderita Hipertensi dengan melaksanakan kegiatan deteksi dini bagi masyarakat dengan kegiatan Posbindu PTM, yang bertujuan agar masyarakat tahu bahwa diri mereka sehat atau sakit dan perduli akan kesehatannya. Diharapkan selanjutnya mereka dapat merubah perilaku gaya hidup untuk menjaga serta meningkatkan kualitas kesehatannya.
(Program P2PTM Puskesmas Pati II)